Pages

Sunday, December 14, 2014

Resume Dhammadesana Romo Pardjo


Kita bangga sebagai bangsa Indonesia, karena negara ini kaya akan berbagai sumber daya alam. Hasil tambang dan berbagai jenis flora dan faunanya. Ibarat seperti kolam susu, tanahnya subur dan makmur.

Tapi kita pun kecewa bila melihat ke atas, para pemimpin dan pejabat negeri ini akan kurangnya moral, berkualitas rendah, dan mementingkan diri sendiri. Mereka mengalami kebobrokan mental. Oleh sebab itu, dalam era kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, program pertamanya adalah Revolusi Mental. Agar kualitas hidup manusianya meningkat.

Dibanding hewan ataupun tumbuhan, manusia adalah makhluk sempurna. Yang memiliki akal pikiran dan kemoralan. Siapakah sesungguhnya yang disebut dengan manusia itu?
Menurut agama Buddha, dijelaskan secara lengkap dalam Aganna Sutta. Arti sebenarnya dari manusia berasal dari mano dan ussa. Mano artinya batin dan ussa adalah luhur. Jadi manusia adalah batin yang luhur.

Kita terlahir sebagai manusia itu merupakan suatu keberuntungan yang sangat luar biasa. Di dalam Samyutta Nikaya, diibaratkan seekor penyu buta yang muncul seratus tahun sekali ke permukaan laut, dan lehernya memasuki cincin kayu. Begitu sulitnya terlahir sebagai manusia. Kiccho manussa patilabbho.

Makhluk-makhluk yang ada di semesta ini ibarat seperti pasir di pantai. Banyak makhluk yang terlahir di alam apaya. Baik itu sebagai makhluk hewan, peta, asura maupun di neraka.

Di dalam syair Dhammapada 182, disebutkan:
Sungguh sulit terlahir sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar, dan sungguh sulit munculnya seorang Buddha.

Di dalam diri manusia terdapat dua potensi. Potensi duniawi dan potensi spiritual. Ada beberapa kategori manusia, berdasarkan karakteristiknya:

  1. Manusssa Peto, didominasi keserakahan/lobha. Misalnya, korupsi, mencuri, ingin menguasai. 
  2. Manussa Tiraccano, berwatak seperti binatang. Didominasi oleh kebodohan, sehingga tidak dapat melakukan yang baik. 
  3. Manussa Manusso, memiliki sifat-sifat luhur.

Cita-cita umum semua manusia menginginkan kebahagiaan duniawi. Tapi kebanyakan berpikir berupa materi. Dalam bahasa umum jadi orang kaya. Apakah untuk menjadi kaya, kita perlu berdoa dan meminta menjadi kaya? Sebagai umat Buddha kita boleh berdoa, tetapi bukan untuk meminta. Melainkan berharap. Misal, semoga kita berhasil, sukses dan kaya. Tentu dengan diiringi tindakan.

Ada beberapa yang perlu menjadi dasar dalam mewujudkan harapan kesuksesan tersebut:

  1. Memiliki tekad (addhitana). Ada kemauan, kehendak yang sungguh-sungguh.
  2. Kesungguhan, keuletan, telaten. Terus menerus dan pantang menyerah.
  3. Kesabaran (khanti). Kita kerap diuji dalam jalan mewujudkan harapan, untuk melatih kesabaran kita.

Untuk mencapai kebahagiaan spiritual, diperlukan usaha. Seperti Siddhatta dapat mencapai pencerahan sempurna. Kita hendaknya meneladani sikap-sikap baik dari Guru Agung kita.
Agar tidak terjerumus dalam tindakan-tindakan negatif dan mempertahankan karakter diri sebagai manussa manusso, hendaknya kita memiliki:
  • Pengendalian diri/samvara
  • Memberdayakan hiri dan ottapa


Sebagai umat awam, pengendalian diri kita paling mendasar adalah mengamalkan Pancasila Buddhis, setidaknya Anda telah memiliki fondasi yang kuat memegang kunci dari pintu surga. Terlebih pada waktu uposatha menjalankan atthasila.
Silena sugatim yanti. Dengan melaksanakan sila, akan terlahir di alam bahagia.
Kendala di dalam menjalankan sila, adalah kemalasan. Misal datang ke vihara. Sarannya, adalah saling menghampiri. Agar bila ada yang ogah-ogahan datang ke vihara, akan timbul rasa sungkan karena didatangi teman-temannya, sehingga timbul semangat untuk aktif datang ke vihara.



Penceramah: Romo Pardjo (Minggu, 14 Desember 2014) 
Resume ceramah oleh Aldo Sinatra

No comments:

 

Blogger news

Blogroll

About