Kita bangga
sebagai bangsa Indonesia, karena negara ini kaya akan berbagai sumber daya
alam. Hasil tambang dan berbagai jenis flora dan faunanya. Ibarat seperti kolam
susu, tanahnya subur dan makmur.
Tapi kita pun
kecewa bila melihat ke atas, para pemimpin dan pejabat negeri ini akan
kurangnya moral, berkualitas rendah, dan mementingkan diri sendiri. Mereka
mengalami kebobrokan mental. Oleh sebab itu, dalam era kepemimpinan Presiden
Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, program pertamanya adalah Revolusi Mental. Agar
kualitas hidup manusianya meningkat.
Dibanding hewan
ataupun tumbuhan, manusia adalah makhluk sempurna. Yang memiliki akal pikiran
dan kemoralan. Siapakah sesungguhnya yang disebut dengan manusia itu?
Menurut agama
Buddha, dijelaskan secara lengkap dalam Aganna Sutta. Arti sebenarnya
dari manusia berasal dari mano dan ussa. Mano artinya batin dan ussa adalah
luhur. Jadi manusia adalah batin yang luhur.
Kita terlahir
sebagai manusia itu merupakan suatu keberuntungan yang sangat luar biasa. Di
dalam Samyutta Nikaya, diibaratkan seekor penyu buta yang muncul seratus tahun
sekali ke permukaan laut, dan lehernya memasuki cincin kayu. Begitu sulitnya
terlahir sebagai manusia. Kiccho manussa patilabbho.
Makhluk-makhluk yang ada di semesta ini ibarat seperti pasir di pantai. Banyak makhluk yang terlahir di alam apaya. Baik itu sebagai makhluk hewan, peta, asura maupun di neraka.
Di dalam syair
Dhammapada 182, disebutkan:
Sungguh sulit
terlahir sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk
dapat mendengarkan Ajaran Benar, dan sungguh sulit munculnya seorang Buddha.
Di dalam diri
manusia terdapat dua potensi. Potensi duniawi dan potensi spiritual. Ada beberapa
kategori manusia, berdasarkan karakteristiknya:
- Manusssa Peto, didominasi keserakahan/lobha. Misalnya, korupsi, mencuri, ingin menguasai.
- Manussa Tiraccano, berwatak seperti binatang. Didominasi oleh kebodohan, sehingga tidak dapat melakukan yang baik.
- Manussa Manusso, memiliki sifat-sifat luhur.
Cita-cita umum semua manusia menginginkan kebahagiaan duniawi. Tapi kebanyakan berpikir berupa materi. Dalam bahasa umum jadi orang kaya. Apakah untuk menjadi kaya, kita perlu berdoa dan meminta menjadi kaya? Sebagai umat Buddha kita boleh berdoa, tetapi bukan untuk meminta. Melainkan berharap. Misal, semoga kita berhasil, sukses dan kaya. Tentu dengan diiringi tindakan.
Ada beberapa
yang perlu menjadi dasar dalam mewujudkan harapan kesuksesan tersebut:
- Memiliki tekad (addhitana). Ada kemauan, kehendak yang sungguh-sungguh.
- Kesungguhan, keuletan, telaten. Terus menerus dan pantang menyerah.
- Kesabaran (khanti). Kita kerap diuji dalam jalan mewujudkan harapan, untuk melatih kesabaran kita.
Untuk mencapai
kebahagiaan spiritual, diperlukan usaha. Seperti Siddhatta dapat mencapai
pencerahan sempurna. Kita hendaknya meneladani sikap-sikap baik dari Guru Agung
kita.
Agar tidak
terjerumus dalam tindakan-tindakan negatif dan mempertahankan karakter diri
sebagai manussa manusso, hendaknya kita memiliki:
- Pengendalian diri/samvara
- Memberdayakan hiri dan ottapa
Sebagai umat awam, pengendalian diri kita paling mendasar adalah mengamalkan Pancasila Buddhis, setidaknya Anda telah memiliki fondasi yang kuat memegang kunci dari pintu surga. Terlebih pada waktu uposatha menjalankan atthasila.
Silena sugatim
yanti. Dengan melaksanakan sila, akan terlahir di alam bahagia.
Kendala di dalam
menjalankan sila, adalah kemalasan. Misal datang ke vihara. Sarannya, adalah
saling menghampiri. Agar bila ada yang ogah-ogahan datang ke vihara, akan
timbul rasa sungkan karena didatangi teman-temannya, sehingga timbul semangat
untuk aktif datang ke vihara.
Penceramah: Romo Pardjo (Minggu, 14 Desember 2014)
Resume ceramah oleh Aldo Sinatra
No comments:
Post a Comment